
Aspek Pajak dan Pemberdayaan Koperasi dalam Kepatuhan Pajak
Koperasi sebagai badan hukum memiliki kedudukan yang sama dengan wajib pajak badan lainnya, sehingga wajib melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), koperasi wajib memiliki NPWP, menyelenggarakan pembukuan, serta melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa maupun SPT Tahunan.
Jenis pajak yang dikenakan pada koperasi cukup beragam. Pertama, PPh Badan, yaitu pajak atas penghasilan yang diterima koperasi. Bagi koperasi dengan omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar per tahun, dapat menggunakan skema PP No. 23 Tahun 2018 berupa tarif final sebesar 0,5% dari omzet selama jangka waktu tertentu.
Kedua, PPh Pasal 21, yaitu kewajiban koperasi untuk memotong pajak atas gaji atau upah karyawan.
Ketiga, PPh Pasal 23, yang timbul ketika koperasi melakukan pembayaran atas jasa tertentu seperti sewa, hadiah, atau jasa profesional.
Keempat, PPh Final atas bunga simpanan anggota, sebagaimana diatur dalam PP No. 15 Tahun 2009 jo. PMK No. 16/PMK.03/2010, di mana bunga simpanan dikenakan pajak dengan tarif tertentu.
Selain itu, koperasi juga dapat menjadi subjek PPN apabila omzet penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak melebihi Rp4,8 miliar per tahun, sehingga wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Dalam praktiknya, tidak semua koperasi memiliki kemampuan yang memadai untuk memenuhi kewajiban pajak secara tertib. Banyak koperasi skala kecil dan menengah masih menghadapi kendala berupa keterbatasan sumber daya manusia, minimnya pemahaman akuntansi, hingga rendahnya literasi perpajakan. Karena itu, pemberdayaan koperasi dalam aspek kepatuhan pajak menjadi hal yang sangat penting. Pemberdayaan ini dapat dilakukan melalui edukasi, pelatihan pembukuan, serta penyuluhan tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak. Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak maupun Kementerian Koperasi, juga menyediakan layanan konsultasi, workshop, dan penyuluhan langsung kepada koperasi agar lebih memahami hak dan kewajibannya.
Selain itu, pemberdayaan juga diwujudkan melalui pemberian insentif dan kemudahan administrasi. Misalnya, tarif final yang lebih ringan bagi koperasi kecil, serta pemanfaatan layanan digital seperti e-filing, e-billing, dan e-SPT yang mempermudah proses pelaporan dan pembayaran pajak. Kemudahan ini bertujuan untuk mengurangi biaya kepatuhan dan meningkatkan disiplin administrasi perpajakan. Tidak kalah penting, pembinaan berkelanjutan dari pemerintah daerah, lembaga koperasi, maupun pihak swasta dapat memperkuat kesadaran bahwa kepatuhan pajak bukan sekadar kewajiban hukum, melainkan juga bagian dari tata kelola yang sehat dan berkelanjutan.
Dengan adanya keseimbangan antara aturan perpajakan dan program pemberdayaan, koperasi diharapkan mampu menjalankan kewajiban perpajakan secara lebih tertib, transparan, serta memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional.
Sanksi Pajak Koperasi
Selain kewajiban dan upaya pemberdayaan, koperasi juga harus memahami konsekuensi apabila tidak memenuhi kewajiban perpajakan. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) mengatur adanya sanksi administratif maupun pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang. Sanksi administratif biasanya berupa denda, bunga, atau kenaikan jumlah pajak yang terutang. Berikut sanksi yang dikenakan:
1.Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi dikenakan kepada koperasi yang melakukan pelanggaran administrasi, seperti keterlambatan atau ketidakpatuhan dalam pelaporan. Jenis-jenis sanksi administrasi meliputi:
Denda keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan: Koperasi yang terlambat melaporkan SPT Tahunan PPh Badan akan dikenai sanksi denda sebesar Rp 1.000.000.
Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa PPN: Sanksi denda sebesar Rp 500.000 akan dikenakan jika koperasi terlambat melaporkan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa lainnya: Untuk SPT Masa lainnya (seperti PPh Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 4 ayat 2), keterlambatan pelaporan akan dikenai denda sebesar Rp 100.000.
Sanksi kenaikan dan bunga: Sanksi ini dapat dikenakan dalam kasus tertentu, seperti jika ada kekurangan pembayaran pajak akibat kesalahan atau ketidakpatuhan.
2.Sanksi pidana
Sanksi pidana diberikan untuk pelanggaran pajak yang lebih serius atau disengaja. Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), sanksi pidana dapat berupa:
Pidana penjara: Wajib pajak (termasuk koperasi) yang dengan sengaja tidak membayar pajak bisa dipidana dengan hukuman penjara paling lama 6 tahun.
Pidana denda: Selain pidana penjara, koperasi juga dapat dikenakan denda paling banyak 4 kali jumlah pajak yang terutang.