
Perbedaan PPh 21 dengan PPh 26 adalah Subjek pajaknya, PPh 21 dikenakan atas penghasilan orang pribadi subjek pajak dalam negeri, misalnya karyawan WNI, pegawai negeri, dan penerima pensiun. Orang pribadi subjek pajak luar negeri yang menerima penghasilan di Indonesia, contohnya pekerja asing (WNA) dalam waktu tidak lebih dari 183 hari dan tidak memiliki NPWP, dikenakan PPh 26. Objek pajak PPh 21/26 yaitu gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan 23 dan PPh 26 adalah pajak penghasilan yang berasal dari transaksi badan usaha Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan perusahaan terkait jenis transaksi tertentu sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Sedangkan objek pajak PPh 23/26 adalah dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan.
Pemotong PPh Pasal 23/26 antara lain:
1. Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
2. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa saja) yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23 (Harus ada Surat Keputusan Penunjukan yang diterbitkan oleh Kepala KPP (tidak ada format baku yang tersedia), yaitu: Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas; Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.